Palembang-Globalmediatama.com.-Ancaman serangan digital meningkat seiring masifnya aktifitas di sosial media saat ini. Terlebih jelang pemilu, dimana sejumlah isu marak dan menjadi diskusi di ranah digital. Pemberitaan yang tidak berimbang, hoaks dan rekayasa digital mengarah pada dukungan terhadap pihak tertentu,Jum’at(29/9/2023).
Sebaliknya, ada pula informasi yang sebetulnya sudah baik dan berkembang di ranah digital justru menjadi korban dari kekerasan atau serangan digital. Seperti yang terungkap dalam Laporan Kekerasan Digital 2022, yang dirilis oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pada awal 2023 lalu.
Kasus kekerasan ini meningkat seiring masifnya penggunaan gadget di masyarakat yang menyasar kelompok rentan yang beresiko tinggi. Diantaranya, mereka yang aktif menggunakan teknolgoi digital, kelompok minoritas, dan mereka yang bekerja untuk publik.
“Seperti misalnya Jurnalis, Aktivis (Mahasiswa), Pembela HAM, Perempuan, dan masyarakat yang cenderung menyuarakan ketidakadilan atau permasalahan di tengah masyarakat,” kata Ketua AJI Palembang, Fajar Wiko
Sedangkan aktifitas yang didefinisikan sebagai kekerasan atau serangan digital yang kerap terjadi, seperti dijelaskan oleh Wiko diantaranya adalah pelanggaran privasi, pengawasan dan pemantauan terhadap akun sosial media, perusakan reputasi atau kredibilitas, pelecehan dan ancaman kekerasan yang juga cenderung dilakukan secara langsung.
“Hal ini diperparah juga dengan banyaknya kejahatan digital yang menyasar masyarakat umum saat ini, seperti misalnya phising, scamming dan sebagainya yang tentu membuat ranah digital ini semakin tidak aman,” ungkap Wiko.
Hal lain yang tidak kalah penting menurut Wiko adalah kriminalisasi yang menyasar jurnalis, yang meskipun telah terdapat MOU antara Dewan Pers dengan Polri masih kerap terjadi. Penggunaan Pasal 27 ayat 3 (pencemaran nama baik) UU ITE Jo Pasal 45 ayat (3) atau pasal karet lain dalam undang-undang tersebut seharusnya tidak bisa dikenakan pada karya jurnalistik yang memuat kepentingan publik.
Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pedoman kriteria implementasi UU ITE yang ditandatangani
oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersama Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate dan Jaksa Agung STBurhanuddin.
Dalam Pedoman SKB tersebut telah disebutkan, bahwa karya jurnalistik dikecualikan dalam pengenaan Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang berbunyi: Untuk pemberitaan di internet yang dilakukan institusi Pers, yang merupakan kerja jurnalistik yang sesuai dengan UU 40 Tahun 1999 tentang Pers, diberlakukan mekanisme sesuai dengan UU Pers sebagai lex specialis, bukan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
“Artinya penyelesaian sengketa yang melibatkan pers di ranah digital pun seharusnya diselesaikan lewat UU Pers,” tegasnya.
Oleh sebab itu, memasuki tahun politik menurut Wiko seharusnya ada kewaspadaan semua pihak mengenai ancaman serangan digital ini. Di sisi lain, harus pula ada kesadaran di tengah masyarakat dalam bersosial media, termasuk ketelitian jurnalis untuk meliput pemberitaan terkait pemilu yang berujung pada distribusi informasi di ranah digital.
“Kami dari AJI Palembang tentu berharap juga pada institusi Polri untuk bisa memaksimalkan pengawasan yang sesuai dengan aturan agar pada saat jelang, pelaksanaan dan setelah Pemilu di Sumsel ini tercipta iklim yang kondusif,” tutupnya.
(*/Jef )