Oleh : Ir. Dony Mulyana Kurnia (*DMK*) – Ketua Umum DPP Barisan Islam Moderat ( *BIMA* )
Betapa lemahnya wawasan kebangsaan Badan Kepegawaian Nasional ( *BKN* ) dalam membuat Test Wawasan Kebangsaan ( *TWK* ) bagi calon ASN di *KPK*, salah satu yang paling mencuat adalah pertanyaan pilihan AL-QUR’AN atau PANCASILA ?
Ini sungguh, bukan wawasan kebangsaan, tapi masuk jurang menjadi wawasan kebablasan, karena Al-Qur’an sebagai Kitab Suci Umat Islam, sama sekali tidak bisa di delegitimate, di elimir, dengan membenturkan Al-Qur’an dan Pancasila, sebagai ukuran Kebangsaan. Sangat memprihatinkan, mengapa hal ini sampai bisa terjadi ? Siapa yang membuat test kebangsaan ini ? Kesalahan fatal ini harus ditanggungjawabkan, karena test wawasan kebangsaan sudah barangtentu maksud dan tujuannya untuk mengokohkan wawasan kebangsaan, bukan malah menghancurkan.
Dalam sejarah kebangsaan Indonesia, semua sudah tau bagaimana the Founding Father, 9 (sembilan) orang, anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI ), merumuskan dengan sangat apik terkait Pancasila. Sembilan Anggota BPUPKI ini, terdiri dari 8 (delapan) orang yang merupakan Ulama dan Cendikiawan Muslim, di tambah seorang pendeta Nasrani Alexander Andreas Maramis. Kesembilan orang anggota BPUPKI ini sangat menghormati kedudukan Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia, sehingga lahirlah Piagam Jakarta pada tgl 22 Juni, yang menempatkan kata Islam, pada sila pertamanya ; Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, dan kemudian berproses lagi, pada 18 Agustus, hari kelahiran Pancasila secara utuh, sementara 1 Juni sesungguhnya adalah kelahiran kata Pancasila. Pada 18 Agustus 1945 inilah, sejarah finalnya Pancasila, terjadi perubahan sila pertama menjadi ; Ketuhanan Yang Maha Esa.
Perubahan ini bukan kekalahan Umat Islam, bahkan sebaliknya, adalah kemenangan Umat Islam secara hakiki, dimana Umat Islam mempunyai kebesaran jiwa demi Persatuan Indonesia, rela berkorban menghapus 7 (tujuh) kata di dalam piagam Jakarta, inilah pandangan 8 (delapan) orang the founding father sebagai garda pandangan Islam Moderat, yang bertolak belakang dengan pandangan Islam Radikal, yang dipelopori Marijan Kartosuwiryo yang selalu menganggap bahwa Pancasila adalah kekalahan umat Islam, maka Pancasila di anggap sebagai dasar negara kafir, kemudian dengan pandangan radikal ini, akhirnya Kartosuwiryo melakukan pemberontakan dengan DI/TII nya.
Demikian agungnya Islam di negara tercinta Indonesia, mempunyai kebesaran jiwa, untuk melahirkan Pancasila, sama halnya persis seperti di zaman Rasullullah Muhammad saw., manakala melahirkan konstitusi perjanjian Hudaibiyah dan Piagam Madinah. Dan sudah barangtentu prinsip-prinsipnya sesuai dengan Kitab Suci Al-Qur’an, sehingga korelasi nilainya, menurut Islam Moderat, Al-Qur’an dan Pancasila itu ibarat Ibu dan anak, sama sekali tidak bisa dibenturkan dengan alasan apapun, terlebih dengan mengatasnamakan wawasan kebangsaan, ini wawasan kebangsaan yang mana ?
Kembali kepada pokok permasalahan, sudah barangtentu Umat Islam akan mengkritik keras test Wawasan Kebablasan ini, namun demikian kritik yang baik bagi bangsa ini seharusnya kritik membangun, yang di dasari kebersihan hati dan kasih sayang, bukan kritik menjatuhkan yang di dasari kebencian. Kita semua umat Islam, harus mulai belajar menjadi Umatan Wasaton, siger tengah, dan moderat sesuai Fitrah penciptaannya. Umatan Wasaton yaitu umat yang cerdas dan bijaksana, sesuai dengan Surat Al-Baqarah ayat 143.
Ketika mengkritik, terkait test wawasan kebablasan, kemudian apa yang tepat di buat sebagai test wawasan kebangsaan pada sa’at ini ? Kalau kita mau mengambil perimbangannya sesuai perundang-undangan yang ada.
Ada dua hal, yang sangat penting di angkat, dalam posisi sa’at ini, bagi wawasan kebangsaan, untuk mengokohkan ideologi bangsa Indonesia, pertanyaannya yaitu :
1. Pancasila atau Komunisme ?
2. NKRI atau Khilafah ?
Pertanyaan inilah yang seharusnya menjadi test Wawasan Kebangsaan. Kita semua tau, bahwa sa’at ini begitu buasnya dua hal ini, secara ideologis ingin mengoyak wawasan kebangsaan. Sangat wajar jika perundang-undangan yang ada terkait pelarangan ekstra kiri komunisme ( *PKI* ) dan ekstra kanan DI/NII kemudian Khilafah ( *HTI* ) di kuat kokohkan dengan pertanyaan test wawasa kebangsaan ini.
Komunisme, jelas tidak boleh hidup lagi di Indonesia, dan yang perlu mendapatkan penjelasan khusus di dalam tulisan singkat ini, tentunya terkait khilafah, yang pelarangannya diterbitkan terakhir kali melalui produk perundang-undangan NKRI.
Ijtihad di atas Ijtihad Barisan Islam Moderat ( *BIMA* ); dari sudut *SIYASAH*, di dalam Islam itu tidak kaku, Al-Qur’an tidak mengajarkan harus dengan *sistem Khilafah*, prinsipnya Umat Islam harus selalu bermusyawarah untuk menciptakan Kesejahteraan dan Keadilan.
Jika Umat Islam berpikiran Konservatif Ortodoks, ingin menciptakan Khilafah itu adalah kontra produktif dan banyak menimbulkan masalah, contoh konkrit *ISIS* yang jelas-jelas ingin mendirikan Khilafah. Sehingga Radikalisme Islam di Indonesia, sempat marak berbai’at kepada *ISIS*, dan kita tahu mengapa Munarman, sekretaris *FPI* di tangkap, karena ada bukti-bukti video, ikut berbai’at pengakuan dan kesetiaan terhadap *ISIS*.
Khilafah *ISIS* ini, sama halnya dengan Khilafahnya Muawiyah, yaitu Khilafah setelah Ali bin Abi Thalib r.a. Khilafah Islam yang di pimpin oleh Muawiyah bin Abu Sofyan sangat keji dan sadis, hingga terjadi memenggal kepala Hasan dan Husein, cucu dari Rasullullah Muhammad saw., yang di anggap mengancam Khilafahnya, demikianlah sejarah kelam yang namanya Khilafah, jadi Khilafah itu tidak semuanya baik, bergantung Khilafahnya juga, yang sadis dan korup juga terjadi di dalam sistem Khilafah.
Dengan melihat secara komprehensif terkait khilafah, sudah tepat dan benar *INDONESIA* melarang *HTI* sebagai penganut pikiran Islam Ortodoks Konservatif, yang beritikad mendirikan kembali Khilafah. Zaman sudah sangat berubah, tidak ada lagi satu bangsa manapun di dunia, yang mau menerima di dalam kendali bangsa lainnya, semua ingin setara, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Dan kehancuran Khilafah Turki Utsmani dan Uni Soviet, sebagai Negara Super Imperium, di karenakan secara alamiah dalam manajemen pun sangat berat, lebih besar pasak dari pada tiang, lebih besar subsidi dari Negara Pusat kepada Negara-negara Bagian daripada upeti dari Negara-negara bagian kepada Negara Pusat, dengan kondisi ini, maka secara otomatis Turki dan Rusia bangkrut dan ambruk.
Dan kemudian setelah bubarnya imperium-imperium tersebut secara alamiah berdirilah negara-negara Otonom, dan tidak laku lagi upaya-upaya dan kehendak untuk menciptakan lagi negara-negara Imperium, dengan cara apapun. Kondisi ini, tentu saja sangat baik, karena semua bangsa menjadi sama derajatnya, tinggal bagaimana cara di antara negara-negara Muslim bisa melakukan *KERJASAMA* yang baik, dalam berbagai bidang, bahkan seharusnya mampu membuat Pakta Pertahanan Negara-negara Muslim/Non Blok, demikianlah sistem yang harus di kembangkan Umat Islam yang berpikiran Cerdas dan Moderat atau Umatan Wasaton (Umat yg bijaksana), bukan terus menerus berkutat pada pikiran-pikiran Khilafah yang Jumud, Kaku, Bodoh, Konservatif dan Ortodoks, yang secara alamiah sunatullah sudah tidak sesuai dengan zaman.
Patut di ingat, yang tidak bisa berubah itu di dalam Islam adalah Tauhid, Iman dan Akhlak, sementara Siyasah (politik) dan Syari’ah (hukum) sangat bisa berubah, dengan tentunya tetap mengacu kepada AL-QUR’AN, dengan contoh dan Varian yang sangat *Kaya*. *Allahu Akbar*
Dan *PANCASILA dengan UUD 1945*, sudah sangat sesuai dengan *ISLAM*, posisinya persis seperti Konstitusi yang terjadi di zaman Rasullullah Muhammad s.a.w, yaitu *PERJANJIAN HUDAIBIYAH dan PIAGAM MADINAH*, dimana Umat Islam membuat kesepakatan bersama Non Muslim (Kafir Quraisy, Nasrani dan Yahudi)
*PANCASILA & UUD 1945* itu ruhnya Piagam Jakarta, dan Piagam Jakarta itu Ruh-nya *ISLAM*, oleh karena itu Umat Islam di Indonesia tidak boleh sama sekali mengutak-ngutik kembali konstitusi ini, dengan *HALUSINASI KHILAFAH*
Dan kata kunci ISLAM di dalam *PANCASILA* sudah sangat kuat dan tegas, dari sila ke satu dari PANCASILA yaitu KETUHANAN YANG MAHA ESA, dan dalam pembukaan UUD 1945, dengan adanya ASMA *ALLAH*, ini sudah sangat *CLEAR* ISLAM : Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa… dst.
Sebagai tambahan, di akhir tulisan ini, patut di catat bahwa negara-negara Imperium itu tinggal kenangan, dan sudah menjadi hantu-hantu yang di idamkan dalam mimpi, percuma saja umat Islam mikirin hantu-hantu seperti itu, kita semua sebagai umat Islam harus rasional melangkah sa’at ini, menatap ke depan, bahkan Futuristik
Dahulu memang terjadi imperium Yunani, Imperium Romawi, Imperium Mongolia, Imperium Majapahit, Imperium Khilafah, Imperium Koloni Inggris, bahkan terakhir perang dunia II, fasis German dan Jepang juga ekspansi untuk Imperium, dan terakhir Imperium Uni Soviet.
Itu sudah berlalu, dan kemudian umat Islam mikir lagi Imperium Khilafah ? tentu saja menimbulkan masalah dan kontraproduktif, karena sudah tidak rasional.
Ngatur Kota dan Kabupaten saja sudah sangat sulit, alamiah lebih sulit lagi mengatur provinsi, dan Negara sebesar Indonesia tentunya lebih sulit pangkat tujuh untuk mengaturnya.
Jadi dengan kokoh kuatnya Indonesia, sebagai Negara Muslim Terbesar di Dunia, umat Islam wajib bersyukur tidak perlu mikir-mikir lagi hantu Khilafah, biarlah Khilafah hanya menjadi sejarahnya umat Islam.
Yang diperlukan sekarang adalah kerjasama di antara negara-negara Islam, dalam berbagai bidang, bahkan sekali lagi kita umat Islam seharusnya bercita-cita mampu membangun Pakta Pertahanan Negara-negara Muslim, untuk melindungi diri, dari hegemoni Barat (Yajuj) dan Timur (Ma’juj).
Akhirul kata, setelah uraian di atas, jadi tepat sekali jika test Wawasan Kebangsaan, tidak Kebablasan lagi pertanyaannya, yang sangat tepat dan baik sesuai perundang-undangan adalah :
1. Pancasila atau Komunisme ?
2. NKRI atau Khilafah ?
*Allahu Akbar !, Merdeka !*
Cag. Rampes.
@Isi diluar tanggung jawab Media Online Global Mediatama.com***