“From Ego to Eco”, Prodi Pendidikan Biologi STKIP YPM Bangko bersama Ecosociopreneur Indonesia Sukses Menggelar Webinar Nasional ke-2″
Jambi – Merangin – Ginewstvinvestigasi.com – Prodi Pendidikan Biologi Bersama Ecosociopreneur Indonesia kembali menggelar Webinar Nasional, kali ini mengangkat tema “From Ego to Eco : Inisiasi Merawat Bumi”.* Webinar Nasional ini diisi oleh 3 orang narasumber yang berasal dari daerah WIB, WIT dan WITA yaitu *Yune Angel dari Papua yang merupakan Co-Founder Papua Paradise Center, Founder Sekolah Alam & Bevak Literasi Paradise.*
Kemudian *Gede Praja Mahardika dari Bali yang merupakan Founder Yayasan Sahabat Bumi Bali dan Pengurus Koperasi Pangan Bali Utara.* Dan yang ketiga *Atikah Risyad dari Sumatera Barat yang merupakan Founder FAM Lintau & Dangau Baraja.* Webinar ini dimoderatori oleh Moh. Habib Solehuddin dari Kalimantan Timur yang merupakan Founder Wiratani Paser.
Peserta Webinar berasal dari seluruh provinsi di Indonesia, dan sebagian besar merupakan mahasiswa dan dosen. Peserta webinar sangat antusias dalam berdiskusi dengan narasumber, hingga webinarpun berlangsung lebih lama dari waktu yang sudah ditentukan. Sebagian besar mahasiswa berpendapat webinar ini mampu membuka cakrawala berpikir mereka dalam melihat situasi dan kondisi yang tengah terjadi saat ini.
Melalui pemaparannya Yune Angel “`berpendapat bahwa Pendidikan Karakter dan Ekoedukasi merupakan pendidikan penting yang harus diterapkan bagi anak usia dini (2-12 tahun) sebagai dasar pendidikan untuk mewujudkan Poin ke 4 Sustainable development goals “Pendidikan yang bermutu”. Melihat kondisi umum pendidikan di Indonesia menurut data PISA per tahun 2020, Posisi kita ada di rangking ke 6 terbawah, artinya Negara kita ada pada urutan ke 94 pendidikan terendah dari 97 negara. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan semata-mata bukan hanya tanggungjawab seorang guru atau seseorang yg berlatarbelakang S1 Pendidikan saja, namun merupakan tanggungjawab cross profesi Melihat masalah besar yang ada, maka sebagai aktifis peduli lingkungan, Yune Angel berinisitif membuka Sekolah Alam dan Bevak Literasi Paradise dengan kurikulum khusus yang disusun sedemikian rupa sesuai dunia bermain dan cara berinteraksi anak dengan alamnya. Maka dalam kurikulum tersebut tentu anak diajar untuk berkarakter, mencintai lingkungan dan wajib literasi. Dengan 3 konsep berpikir sederhana sesuai landasan Pancasila, yakni anak-anak diajari menghargai Sang Pencipta, menghargai sesama dan menghargai semesta.“`
Sejalan dengan pendapat Yune Angel, Gede Praja Mardika (Founder Yayasan Sahabat Bumi Bali) “`berpendapat Inilah saatnya pemuda, kita bergerak dengan cara sederhana mengambil tongkat estafet Kepemimpinan menuju kemandirian. Meskipun tidak banyak lagi yang mewarisi pengetahuan bertani, karena sesungguh nya belajar bertani ya pada petani. Bersukurlah kita sebagai pemuda desa yang masih mewarisi lahan. Artinya, jalan terjal untuk membangun kultur menanam, tidak sesuram teman-teman muda di kota. Mengembalikan kultur menanam tentu saja bukanlah hal yang mudah. Selain harus menata kembali pengetahuan dan menumbuhkan kebiasaan, kita semua juga tau ada banyak sekali permasalahan di dunia Pertanian. Kelak Bukan tidak mungkin kita akan berhadapan pada pihak -pihak yang tidak ingin pemuda desa dan kota mandri dan berdaulat pangan.“`
Selanjutnya Atikah Risyad (Founder FAM Lintau) “`berpendapat bahwa from ego to eco harus dimulai dari diri sendiri, dimulai dari hal-hal kecil dan dimulai dari sekarang. Intinya perubahan tingkah laku yang ramah lingkungan adalah sebuah proses. Dan menjadi wirausaha sosial adalah cara Atikah menginisiasi gerakan cinta bumi peduli lingkungan melalui FAM Lintau dan dangau baraja. Salah satu contoh ia mengangkat kerajinan tangan mansiang khas daerahnya menjadi tas belanja yang ramah lingkungan. Dan mengedukasi masyarakat serta anak-anak daerahnya untuk peduli lingkungan melalui kegiatan pembelajaran di Dangau Baraja.“`
Setelah ke-3 narasumber bercerita tentang kisahnya dalam menginisiasi program merawat bumi dengan caranya masing-masing, Putri Lisya Anggraini ( Founder Ecosociopreneur Indonesia ), *Pemudi alumni Baret Ungu* ini memberi penguatan tentang konsep ecosociopreneur. “`Bahwa menjadi seorang ecosociopreneur adalah suatu upaya mendukung pembangunan yang berkelanjutan. From Ego to Eco harapannya bukanlah sebuah tagline belaka melainkan sebuah perubahan paradigma berfikir dari antroposentris (manusia penguasa bumi) menjadi ecocentris(manusia penyeimbang ekosistem). Nilai-nilai ecosociopreneur seperti peduli lingkungan, ecoefisiensi,keberlanjutan, empati, berkeadilan serta kreatif dan inovatif merupakan modal awal bagi seorang ecosociopreneur untuk menjadi penyeimbang di bumi. Seorang ecosocioprener tidak hanya mencari profit tapi juga memberikan benefit bagi lingkungannya dan masyarakat sekitar. Untuk mengubah paradigma from ego to eco seseorang haruslah berkesadaran jiwa dan mau memulaikan sedari hal-hal kecil dan menerapkannya dikehidupan sehari-hari. Jika setiap hari kita sudah sadar dan saling mengingatkan, maka kesadaran kolektif akan mampu mengubah dunia menjadi lebih baik lagi.“`
( HD + GINews TV INVESTIGASI )