PT Sritex Bangkrut: Pinjaman Rp 554M Tanpa Jaminan dari Bank bjb Harus Dipertanggungjawabkan!
GlobalinvestigasiNews.com, Bandung
Raksasa tekstil Indonesia, PT Sri Rejeki Isman Tbk, (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
Hal ini menambah daftar panjang nama-nama perusahaan tekstile yang gulung tikar di Indonesia akibat guncangan kondisi ekonomi global.
Sritex dinyatakan pailit melalui keputusan pengedilan negeri semarang dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Dalam putusan tersebut disebutkan tiga anak perusahaan Sritex yaitu, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya dinyatakan lalai memenuhi kewajiban pembayaran utang yang sudah jatuh tempo kepada PT Indo Bharat Rayon.
Berdasarkan isi petitum melalui SIPP PN Semarang, Kamis (24/10/2024), PT Indo Bharat merupakan selaku pemohon, berdasarkan Putusan Homologasi 25 Januari 2022.
“Menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT. Primayudha Mandirijaya pailit dengan segala akibat hukumnya,” tulis isi petitum yang dikutip di SIPP PN Semarang, Kamis (24/10/2024).
Dalam putusan tersebut dinyatakan bahwa pengesahan rencana perdamaian (Homologasi) dinyatakan batal oleh pengadilan negari Semarang dengan Nomor No. 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg tertanggal 25 Januari 2022.
Menanggapi pailitnya PT Sritex, Pegiat Anti Korupsi yang juga sebagai Ketua Baladhika Adhyaksa Nusantara ( BAN ), Yunan Buwana, mengatakan, dibalik kepailitan PT Sritek banyak meninggalkan kewajiban hutang.
Berdasarkan data yang dihimpun PT Sritex memiliki pinjaman sindikasi jangka panjang dan pendek kepada 29 bank nasional baik milik pemerintah maupun swasta.
Tercatat Liabilitas PT Sritex sebesar US$1,6 miliar atau sekitar Rp25,01 triliun. Nilai ini tidak sebanding dengan kondisi ekuitasnya yang mencatat defisiensi modal sebesar -US$ 980,56 juta.
Salah satu Bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Bank bjb juga memberikan kucuran kredit kepada PT Sritex dengan nilai US$ 38,89 atau sekitar Rp 554,62.
Pinjaman tersebut diberikan pada 20 Maret 2019. yang awalnya dipelopori oleh Citibank, DBS Bank dan HSBC sebagai Mandated Lead Arrangers dan Bookrunners (“MLABs”).
Sebagian dari pinjaman digunakan oleh Sritex untuk mendanai pelaksanaan penawaran tender obligasi pada Januari 2019.
Sritex melakukan pembelian kembali awal atas sebagian dari obligasi USD yang jatuh tempo pada Juni 2021 dimana hal ini merupakan inisiatif manajemen yang proaktif.
Pinjaman sindikasi digunakan untuk keperluan umum perusahaan termasuk pembiayaan kembali fasilitas bank bilateral tertentu yang pada awalnya digunakan untuk kebutuhan modal kerja.
Akan tetapi, dalam perjanjian pinjaman, diatur tanpa menggunakan jaminan atau unsecured loan.
PT Sritex juga meminta kepada bank-bank kepada pemberi pinjaman dari bank bilateral agar memberikan fasilitas melepaskan semua jaminan.
Yunan menyoroti pemberian fasilitas kredit yang diberikan oleh bank bjb. “Patut diduga sarat dengan ‘permainan’, Sebab kondisi PT. Sritex waktu itu dalam kondisi tidak sehat,” ungkapnya.
Yunan meminta kepada aparat penegak hukum baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Kejaksaan Agung agar mengusut pemberian pinjaman PT Sritex yang diduga penuh dengan rekayasa.
‘’Ini kan nilainya tidak main-main dan sangat fantastis sekali kalau digabungkan dengan pinjaman sindikasi 29 bank,’’ ujarnya.
Yunan mengaku sudah melakukan konfirmasi kepada pihak bank bjb, baik mendatangi langsung ataupun melalui surat resmi, akan tetapi sampai saat ini tidak ada respon.
Untuk itu, lanjut Yunan, LSM BAN menilai, pemberian kredit Bank BJB ke PT. Sritex tanpa ada jaminan patut diduga merupakan persengkongkolan jahat dari Direksi Bank BJB.
‘’Ini kan sudah jelas waktu itu PT Sritex dalam keadaan masih terpuruk, tapi kenapa diberikan kucuran pinjaman dengan nilai yang fantastis oleh Bank BJB, kami yakin tidak ada prinsip kehati-hatian dalam mengambil keputusan atau ada “something wrong” dalam pencairan tersebut, tandas Yunan. (Nana GIN)