Disinyalir Mark Up Anggaran, Proyek RTLH di Desa Banjarmasin Disoal
Pandeglang,- Globalmediatama.com,- Pelaksanaan Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang berlokasi di Desa Banjarmasin Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang, salah satu upaya Peningkatan Kawasan Pemukiman Kumuh dengan luas 10 Ha sampai dengan 15 Ha, dengan nilai anggaran Rp 3.365.078.000,00,- bersumber dari Anggaran Pembelanjaan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Banten, tahun anggaran 2023 melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Banten, disinyalir Mark Up Rencana Anggaran Biaya (RAB) bahkan diduga kuat abaikan spesifikasi teknis pekerjaan.
Pasalnya, Proyek Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang berlokasi di Desa Banjarmasin yang saat ini dalam tahap pelaksanaan yang di kerjakan oleh Kontraktor Pelaksana PT PALMOORO LAND, dinilai banyak kejanggalan, mulai dari mengabaikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), serta dari beberapa Item pekerjaan yang mengacu dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) kuat dugaan di Mark Up, bahkan parahnya lagi diduga ada beberapa Item pekerjaan yang di swadayakan ke penerima manfaat, padahal Item pekerjaan tersebut ada di Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Hasil pantauan media di lokasi pekerjaan beberapa hari lalu, faktanya pekerja tidak di lengkapi Alat Pelindung Diri (APD), dan ada beberapa bangunan rumah yang belum terpasang kusen kusen jendela.
Seperti yang di sampaikan salah satu pekerja sebut saja Janim (nama samaran), bahwa lambat pak pengiriman matrial kusen jendelanya, jadi terhambat pekerjaannya. Kalau untuk pekerjaan sudah berjalan 7 hari.
“Boro boro pak dikasih APD seperti itu, ember adukan juga cuman 3 biji di kasihnya, mana bahan matrial seperti kusen jendela dan semen lambat pengirimannya, kalau untuk upah kerja itu borongan Rp 5 juta sampai naik bata,” ucapnya
Lebih lanjut ia mengatakan, kalau atap baja ringan itu beda lagi upah borongannya. Kalau untuk kedalaman galian pondasi itu 30 cm ditambah slop 20 cm. Waktu pembongkaran rumah yang lama itu swadaya dari pemilik rumah, kita bekerja mulai dari penggalian pondasi.
Hal yang sama juga di sampaikan penerima manfaat sekaligus pekerja yang enggan di sebutkan namanya mengatakan, kalau pembongkaran rumah yang lama itu swadaya dari pemilik rumah, soalnya tidak masuk dalam hitungan borongan pekerja. Kalau borongan pekerja mulai dari penggalian pondasi.
“Kalau untuk APD seperti helm, sarung tangan, sepatu boot dan rompi itu tidak di sediakan oleh Kontraktor Pelaksananya,” ungkap salah satu pekerja sekaligus penerima manfaat.
Dikatakannya kembali, untuk pembongkaran rumah yang lama itu swadaya dari kami selaku pemilik ruman, karena tidak masuk hitungan dalam borongan pekerja, pengurukan tanah pondasi rumah pun itu juga sama swadaya dari pemilik rumah.
“Kedalaman pondasi 30 cm ditambah slop 20 cm, didalam galian pondasi itu tidak diberikan hamparan pasir. Ya sebenernya kami kerjanya bingung karena tidak di berikan contoh gambar rumahnya, cuma sebatas arahan secara lisan dari Kontraktor Pelaksana,” ucap pekerja
Ia pun menambahkan, kalau pihak Konsultan Pengawas belum pernah melihatnya pak, karena tidak tahu orangnya yang mana. Untuk upah borongan kerja itu Rp 5 Juta, dari mulai penggalian pondasi sampai naik bata kalau atap baja ringan beda lagi upah borongannya.
Menanggapi hal tersebut, JS selaku kontrol sosial dan juga tergabung di Ruang Jurnalis Nusantara Banten (RJN) kepada media, Senin (06/11/2023) mengungkapkan, memang banyak ditemukan kejanggalan diantaranya, proses pekerjaan pembersihan / pembongkaran lokasi rumah awal yang di kerjakan secara swadaya oleh penerima manfaat, serta ketinggian pemasangan pondasi batu yang berpariatif, dan diduga tidak menggunakan hamparan pasir di dalam galian pondasi, dan abaikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) serta terkesan lambannya pengiriman sejumlah bahan matrial, seperti kusen jendela. Sehingga hal tersebut dikeluhkan beberapa pekerja dan penerima manfaat.
“Untuk Item pekerjaan pembongkaran lokasi rumah lama dan pengurukan tanah pondasi rumah itu ada anggarannya kalau mengacu pada RAB yang sudah di tentukan, sementara realitanya di swadayakan ke penerima manfaat,” bebernya
Dikatakannya, kalau di swadayakan ke penerima manfaat untuk Item pekerjaan tersebut, lalu di kemanakan anggarannya,,?. Itu cukup fantastis loh anggaran per unitnya.
“Belum lagi dugaan Mark Up anggaran Item Item pekerjaan yang lainnya,” kata JS saat ditemui media di sekitaran lokasi pekerjaan
Maka dari itu, JS bersama Tim kontrol sosial mendesak kepada dinas Perkim Provinsi Banten, BPK Provinsi Banten serta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera mengaudit proyek RTLH di Desa Banjarmasin Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang, yang di kerjakan oleh pihak Kontraktor Pelaksana PT PALMOORO LAND
Namun beda halnya yang di sampikan Sapri selaku Kontraktor Pelaksana di Lapangan dari PT PAL MOORO LAND” saat di temui di Kantor Direksi keet kepada media mengatakan, bahwa terkait K3 salah satunya Alat Pelindung Diri (APD) sudah sebagian kita berikan ke pekerja, tapi hanya beberapa pekerja yang di berikan.
“APD sudah sebagian kita berikan kepada pekerja,” katanya
Lebih lanjut Sapri mengungkapkan, kalau untuk papan informasi terpasang di ujung lokasi pembangunan, di sini kantor Direksi Keet. Kalau untuk sewa kantor Direksi Keet perbulannya Rp 700 ribu.
“Kalau pembersihan lokasi rumah yang lama itu swadaya dari penerima manfaat termasuk pengurukan tanah pondasi itu juga swadaya,” ucap Sapri kepada media di kantor Direksi keet
Sementara itu, Visnu pihak Dinas Perkim Provinsi Banten, saat di konfirmasi media melalui pesan whatsApp beberapa hari lalu, enggan memberikan tanggapan melainkan lebih memilih bungkam. Dan pihak Konsultan Pengawas belum terkonfirmasi sampai di tayangkan kembali pemberitaan
@ di