Pandeglang, Banten – Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang menghentikan satu perkara tindak pidana umum melalui Restorative Justice (RJ).
Penghentian perkara tersebut ditandai dengan penyerahan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) dari Jaksa Penuntut Umum kepada tersangka Sahani, di Kantor Kejaksaan Negeri Pandeglang, pada Kamis (2/2/2023).
Menurut informasi yang diterima awak media, sebelumnya tersangka Sahani dikenakan pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tentang tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan korban mengalami luka.
Kepala Kejaksaan Negeri Pandeglang Helena Octavianne mengatakan, bahwa penghentian penuntutan tersangka Sahani sudah melalui proses mediasi antara pihak tersangka dan korban. Kemudian ajuan restorative justice tersangka Sahani juga telah disetujui oleh JAM-Pidum melalui proses ekspos.
“Kami Kejaksaan berupaya apakah kasus ini bisa di RJ kan atau tidak. Tetapi memang ini permintaan dari pelaku dan korban. Yang mana pada saat perkara ini masih berjalan itu ada proses perdamaian antara korban dan tersangka. Nah, setelah ada upaya perdamaian dari kedua belah pihak, kita fasilitasi upaya musyawarah di Kejaksaan pada tanggal 25 Januari 2023 lalu,” kata Helena.
“Dimusyawarah itu kita panggil semua, dari mulai tersangka, korban dan keluarga dari kedua belah pihak dan Tokoh masyarakat kemudian semuanya menyetujui. Setelah itu, kita sampaikan hasil musyawarah tersebut ke Kejati, Kejati juga menyepakati, setelah itu diajukan ke JAM-Pidum dan JAM-Pidum pun menyetujui ajuan tersebut,” sambungnya.
Dikatakan Helena, ada beberapa pertimbangan yang menjadi dasar ajuan restorative justice tersangka Sahani disepakati. Dua diantaranya yaitu korban telah memaafkan perbuatan tersangka dan tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
“Pertama tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan korban telah memaafkan perbuatan tersangka. Ini kan hanya sekedar emosi, kenapa tidak kita coba damaikan, sehingga terjadilah restorative justice,” ungkapnya.
Lebih lanjut Helena menyampaikan, bahwa selain korban telah memaafkan perbuatan tersangka dan tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Ada syarat-syarat lain yang sudah terpenuhi sehingga bisa dihentikan melalui restorative justice.
“Selain itu, tindak pidana yang dilakukan tersangka diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun, telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan tersangka terhadap korban, tersangka merupakan tulang punggung keluarga, telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka, dan masyarakat merespon positif,” tandasnya.
Untuk diketahui, kasus ini bermula ketika tersangka Sahani hendak pulang dari sawah menuju rumahnya. Namun saat di perjalanan Sahani melihat jalan tersebut ditutup menggunakan patok bambu oleh korban yang bernama Soleh, kemudian tersangka Sahani menegur korban Soleh namun Soleh hanya diam.
Karena tersangka kesal, tersangka kemudian mengambil bambu dan melakukan tindakan penganiayaan terhadap korban Soleh sehingga mengakibatkan luka-luka.
(*/Ade)